Pengaruh Tabuk
DENGAN berakhirnya ekspedisi ke Tabuk itu maka ajaran Islam sudah selesai tersebar ke seluruh jazirah Arab. Muhammad sudah aman dari setiap serangan yang datang dari luar. Sebenarnya, begitu Muhammad kembali ke Medinah dari perjalanan ekspedisi itu, semua penduduk jazirah yang masih berpegang pada kepercayaan syirik, sekarang sudah mulai berpikir-pikir. Meskipun kaum Muslimin yang telah ikut menemani Muhammad dalam perjalanan ke Syam itu cukup mengalami pelbagai macam kesukaran, memikul segala penderitaan karena haus dan panas musim yang begitu membakar, namun mereka kembali dengan hati kesal, sebab mereka tidak jadi berperang, tidak membawa rampasan perang, karena pihak Rumawi menarik pasukannya hendak bertahan dalam benteng-benteng di pedalaman Syam. Akan tetapi penarikan mundur ini sebenarnya telah meninggalkan kesan yang dalam sekali dalam hati kabilah-kabilah bagian selatan – di Yaman, Hadzramaut dan ‘Umman (Oman). Bukankah pasukan Rumawi itu juga yang telah mengalahkan Persia, telah mengambil kembali Salib Besar, kemudian membawanya kembali ke Yerusalem dalam suatu upacara besar-besaran? Sedang Persia, waktu itu dalam waktu yang cukup lama merupakan penguasa yang perkasa atas wilayah Yaman dan daerah-daerah sekitarnya itu.
Selama kaum Muslimin berada tidak jauh dari Yaman dan daerah-daerah Arab lainnya, bukankah sudah selayaknya apabila seluruh wilayah ini bergabung semua dalam suatu kesatuan di bawah naungan panji Muhammad, panji Islam, supaya mereka dapat diselamatkan dari kekuasaan pihak Rumawi dan Persia? Apa salahnya kalau kepala-kepala kabilah dan daerah itu berbuat begitu, selama mereka memang membuktikan Muhammad tetap mengakui kekuasaan daerah-daerah dan kabilah-kabilah mereka yang datang menyatakan keislaman dan kesetiaan mereka itu?! Ya, hendaknya tahun kesepuluh Hijrah ini memang menjadi Tahun Perutusan, manusia datang berbondong-bondong menyambut agama Allah. Hendaknya ekspedisi Tabuk dan penarikan mundur pasukan Rumawi menghadapi pihak Muslimin itu akan memberi pengaruh lebih besar daripada pembebasan Mekah, kemenangan Hunain dan pengepungan kota Ta’if selama ini.
Nasib baik yang telah membawa Ta’if — kota yang tadinya paling gigih melawan Nabi selama kota itu dalam pengepungan sehingga akhirnya ditinggalkan kaum Muslimin tanpa dapat diterobos – ialah karena sesudah peristiwa Tabuk, kota inilah yang pertama-tama menyatakan kesetiaannya, meskipun sebelum itu lama sekali ia maju-mundur hendak mengumumkan pernyataan setianya itu.
Islamnya ‘Urwa bin Mas’ud
Setelah kejadian Hunain, selama Nabi memimpin ekspedisi ke Ta’if, ‘Urwa b. Mas’ud – salah seorang pemimpin Thaqif yang tinggal di kota tcrsebut – sedang tak ada di tempat. Ia sedang pergi ke Yaman. Bilamana kemudian ia kembali ke daerahnya dan melihat Nabi mendapat kemenangan di Tabuk dan sudah kembali ke Medinah, ia pun segera menyatakan dirinya masuk Islam serta memperlihatkan betapa besar hasratnya ingin mengajak masyarakatnya juga masuk Islam ‘Urwa bukan tidak mengenal Muhammad dan kebesarannya. Dia termasuk salah seorang yang pernah ikut berunding mewakili Quraisy dalam perdamaian Hudaibiya. Setelah ‘Urwa masuk Islam dan Nabi mengetahui hasratnya hendak pergi mengajak golongannya menerima agama ini yang sudah juga dianutnya, Nabi yang sudah pula mengetahui betapa bangga dan kerasnya fanatik orang-orang Thaqif itu terhadap Lat berhala mereka, diingatkannya ‘Urwa dengan katanya: “Mereka akan membunuh engkau.”
Tetapi ‘Urwa yang merasa kedudukannya cukup kuat di tengah-tengah golongannya itu sebaliknya berkata: “Rasulullah, mereka mencintai saya lebih daripada mencintai mata mereka sendiri.”
Perutusan Thaqif
Kemudian ‘Urwa pergi hendak mengajak golongannya itu menganut Islam. Mereka berunding sesama mereka dan tidak memberikan sesuatu pendapat kepadanya. Keesokan harinya pagi-pagi ia pergi ke ruangan atas rumahnya, ia mengajak orang bersembahyang. Tepat sekalilah firasat Rasulullah waktu itu. Masyarakatnya itu sudah tak dapat menahan hati. Ia dikepung lalu dihujani panah dari segenap penjuru, dan sebatang anak panah telah dapat pula menewaskannya. Keluarga ‘Urwa yang berada di sekelilingnya jadi gelisah. Kata ‘Urwa ketika sedang mengembuskan napas terakhir: “Suatu kehormatan telah diberikan Tuhan kepadaku, suatu kesaksian oleh Tuhan telah dilimpahkan kepadaku. Yang kualami ini sama seperti yang dialami para syuhada yang berjuang di samping Rasulullah – s.a.w. – sebelum meninggalkan kita.”
Kemudian dimintanya supaya ia dikuburkan bersama-sama para syuhada. Oleh keluarganya ia pun dikuburkan bersama-sama mereka.
Tetapi nyatanya darah ‘Urwa tidak sia-sia mengalir. Kabilah-kabilah yang berada di sekitar Ta’if semuanya sudah masuk Islam. Disini mereka menyadari bahwa apa yang telah diperbuat Thaqif terhadap pemimpin itu adalah suatu dosa besar. Akibat perbuatan itu Thaqif menyadari juga, bahwa mereka merasa tidak tenang. Setiap ada orang keluar dari kalangan mereka pasti tertangkap. Sekarang mereka yakin, bahwa bila tidak diadakan suatu perdamaian atau semacam gencatan senjata, pasti nasib mereka akan hilang tak ada artinya. Segera mereka mengadakan perundingan dengan sesama mereka. Mereka mengusulkan kepada pemimpin mereka ['Abd Yalail] supaya ia berangkat menemui Nabi dan mengusulkan suatu perdamaian Thaqif.
Akan tetapi ‘Abd Yalail kuatir akan mengalami nasib seperti yang dialami ‘Urwa b. Mas’ud dari masyarakatnya sendiri. Ia tidak akan berangkat menemui Muhammad kalau tidak diantar oleh lima orang lainnya, dengan keyakinan bahwa kalau ia berangkat dengan mereka lalu kembali pulang, mereka akan dapat menggarap golongannya masing-masing.
Ketika sudah mendekati Medinah dan Mughira b. Syu’ba berjumpa dengan mereka, ia pergi cepat-cepat hendak menyampaikan berita kedatangan mereka itu kepada Nabi.
Abu Bakr juga melihatnya ia sedang berjalan ccpat-cepat itu. Setelah ia mengetahui maksud kedatangan mereka dari Mughira, dimintanya biarlah dia yang akan meneruskan berita gembira itu kepada Rasulullah. Dan Abu Bakr pun masuk menyampaikan berita kedatangan perutusan Thaqif itu kepada Nabi. Tetapi sebenarnya perutusan ini masih juga mau membanggakan golongannya. Mereka masih juga mau mengingat-ingat pengepungan Nabi di Ta’if yang kemudian kembali. Kendatipun Mughira sudah memberitahukan mereka bagaimana caranya memberi salam secara Islam kepada Nabi, namun mereka tidak mau juga dan akan memberi salam hanya dengan cara jahiliah itu juga.
Nabi menolak berhala
Kemudian mereka memasang sebuah qubba – kemah bulat1 yang khas di sebelah mesjid. Mereka memasang kemah itu sebab mereka masih sangat berhati-hati sekali terhadap Muslimin, dan belum yakin. Yang menjadi perantara antara mereka dengan Rasulullah dalam perundingan itu ialah Khalid b. Sa’id bin’l-’Ash. Mereka tidak mau merasakan makanan yang datang dari pihak Nabi sebelum dicoba dimakan terlebih dahulu oleh Khalid. Sebagai perantara orang ini menyampaikan kepada Muhammad bahwa mereka menerima Islam, dengan permintaan supaya Lat berhala mereka itu dibiarkan selama tiga tahun jangan dihancurkan, dan mereka supaya dibebaskan dari kewajiban sembahyang. Tetapi permintaan mereka itu samasekali ditolak oleh Muhammad. Permintaan mereka sekarang dikurangi lagi: supaya Lat dibiarkan selama dua tahun lalu berubah menjadi satu tahun, selanjutnya menjadi satu bulan saja, setelah mereka kembali kepada golongan mereka. Akan tetapi penolakannya itu sudah tegas sekali dan tidak lagi ragu-ragu atau dapat ditawar-tawar.
Bagaimana mereka mengharapkan dari Nabi, yang mengajak manusia menyembah hanya kepada Tuhan Yang Tunggal dan menghancurkan semua berhala tanpa ampun, akan sudi membiarkan soal berhala mereka itu, meskipun masyarakatnya sendiri tidak kurang pula gigihnya seperti pada pihak Thaqif di Ta’if. Buat manusia, yang ada hanyalah: dia beriman atau tidak beriman, di luar itu yang ada hanya syak (skeptis) dan serba sangsi. Sedang syak dan iman tidak bisa bertemu dalam satu jantung, sama halnya seperti iman dan kufur. Membiarkan Lat – datuknya Banu Thaqif itu – berarti suatu perlambang bahwa mereka masih saling berganti ibadat antara berhala dengan Tuhan, dan ini adalah perbuatan mempersekutukan Tuhan, sedang Tuhan takkan mengampuni dosa orang yang mempersekutukan Tuhan.
Minta dibebaskan dari salat
Sekarang pihak Thaqif minta dibebaskan dari kewajiban menjalankan salat. Tetapi Muhammad menolak dengan mengatakan: Tidak baik agama yang tidak disertai salat. Kemudian tidak lagi pihak Thaqif mempertahankan Lat itu, mereka mau menerima Islam dan menjalankan salat. Tetapi mereka masih meminta berhala-berhala itu jangan dihancurkan oleh tangan mereka sendiri. Mereka orang baru dalam mengenal iman, dan masyarakat mereka yang masih menunggu mereka kembali itu ingin mengetahui apa benar yang sudah mereka lakukan. Hendaknya Muhammad membebaskan mereka untuk tidak menghancurkan sendiri apa yang mereka sembah dan disembah nenek-moyang mereka itu. Dalam hal ini Muhammad menganggap tidak perlu berkeras. Akan sama saja, berhala itu dihancurkan oleh tangan orang-orang Thaqif atau oleh tangan orang lain. Yang penting berhala itu dibinasakan, dan pihak Thaqif hanya akan menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Kata Nabi a.s.: “Kami akan membebaskan kamu menghancurkan berhala-berhalamu itu dengan tanganmu sendiri.”
Untuk mengurus mereka itu kekuasaan diberikan kepada ‘Uthman b. Abi’l-’Ash – orang yang paling muda usianya di antara mereka. Dalam usia semuda itu ia diberi kekuasaan mengurus mereka, karena dialah yang paling sungguh-sungguh dalam memahami hukum Islam dan pendidikan Qur’an, dengan disaksikan oleh Abu Bakr dan orang-orang yang mula-mula dalam Islam.
Utusan Banu Thaqif itu tinggal dengan Muhammad sampai akhir bulan puasa. Mereka ikut berpuasa bersama-sama dan dikirimkannya pula makanan kepada mereka untuk sahur dan berbuka. Bilamana sudah tiba saatnya mereka akan kembali kepada golongannya, Muhammad berpesan kepada ‘Uthman b. Abi’l-’Ash dengan mengatakan: “Ringkaskanlah dalam bersembahyang dan ambil orang yang lemah sebagai ukuran. Diantara mereka itu ada orang tua, ada yang masih anak-anak, ada yang lemah dan yang mempunyai keperluan.”
Lat dibinasakan
Perutusan itu kemudian kembali ke negeri mereka. Untuk melaksanakan pembinasaan Lat itu, Nabi mengutus bersama mereka Abu Sufyan b. Harb dan Mughira b. Syuiba. Kedua mereka ini memang sudah mempunyai hubungan yang baik dan akrab dengan Banu Thaqif. Bilamana Abu Syufyan dan Mughira tiba dan Mughira menghancurkan berhala itu, wanita-wanita Thaqif karena merasa sedih mereka menangis, tapi tiada seorang yang berani mendekatinya, karena memang sudah ada persetujuan antara perutusan Thaqif dengan Nabi untuk membinasakan berhala itu. Mughira mengambil semua harta Lat termasuk perhiasannya untuk dipergunakan membayar utang-utang ‘Urwa dan Aswad – atas perintah Rasul dan dengan persetujuan Abu Sufyan.
Jadi dengan runtuhnya berhala Lat dan Ta’if masuk Islam, maka seluruh Hijaz sekarang sudah menjadi Islam. Pengaruh Muhammad sekarang membentang dari wilayah Rumawi di utara sampai ke daerah Yaman dan Hadzramaut di selatan. Daerah-daerah selebihnya di bagian selatan jazirah ini semua sudah pula bersiap-siap hendak menggabungkan diri ke dalam agama baru ini. Dengan segala kekuatan yang ada semua ini sudah siap membela agama dan tanah air masing-masing. Sementara itu utusan-utusan terus berdatangan dari segenap penjuru. Mereka semua menuju Medinah, untuk menyatakan kesetiaannya, untuk menyatakan diri masuk Islam.
Sementara para utusan itu berturut-turut datang ke Medinah dari bulan ke bulan, akhirnya bulan Haji pun sudah pula di ambang pintu. Sampai pada waktu itu Nabi tidak menunaikan kewajiban itu seluruhnya seperti yang dilakukan kaum Muslimin dewasa ini. Adakah kita lihat ia pergi dalam tahun ini sebagai tanda syukur kepada Tuhan karena pertolongan yang diberikanNya dalam menghadapi Rumawi, memasukkan Ta’if ke dalam pangkuan Islam serta perutusan yang datang kepadanya dari segenap penjuru?
Sebenarnya di semenanjung itu masih juga ada orang-orang yang belum beriman kepada Allah dan kepada Rasul, masih juga ada orang-orang kafir dan masih juga ada orang-orang Yahudi dan Nasrani. Sedang orang-orang kafir masih berpegang pada adat lembaga jahiliah. Dalam bulan-bulan suci mereka masih berziarah ke Ka’bah, sedang orang-orang kafir kotor. Jadi kalau begitu, biar dia akan tinggal saja di Medinah, sampai Tuhan menyelesaikan FirmanNya, sampai Tuhan mengijinkan ia pergi berhaji ke Baitullah. Biar Abu Bakr saja memimpin orang naik haji.
Abu Bakr memimpin jemaah haji
Pada waktu itulah Abu Bakr memimpin 300 orang Muslimin menuju Mekah. Akan tetapi mungkin dari tahun ke tahun orang musyrik masih juga akan tetap berziarah ke Baitullah yang suci. Bukankah secara umum antara Muhammad dengan orang-orang itu sudah ada suatu perjanjian bahwa tidak boleh orang dirintangi datang ke Ruimah Suci, dan orang tidak boleh merasa takut selama dalam bulan-bulan suci? Bukankah antara dia dengan kabilah-kabilah Arab sudah ada perjanjian-perjanjian sampai saat-saat tertentu? Selama ada perjanjian-perjanjian demikian, selama itu pula orang-orang yang mempersekutukan Tuhan dan menyembah yang selain Tuhan itu akan tetap berziarah ke Baitullah, dan Muslimin pun akan selalu menyaksikan cara peribadatan jahiliah di bawah matanya sendiri, dilangsungkan di sekitar Ka’bah; sedang menurut perjanjian-perjanjian khusus dan perjanjian secara umum tak ada alasan menghalangi orang datang berhaji dan beribadat di tempat itu.
Kalau berhala-berhala yang disembah orang-orang Arab itu sudah banyak yang dihancurkan dan berhala-berhala yang dulu di dalam Ka’bah dan di sekitarnya sudah pula dimusnahkan, maka suatu pertemuan dalam Baitullah yang suci dengan nmempersatukan orang-orang yang berontak pada kehidupan syirik dan paganisma, dengan orang-orang yang tetap dalam kehidupan syirik dan paganismanya itu, adalah suatu kontradiksi yang tak dapat dimengerti. Kalau orang dapat memahami orang-orang Yahudi dan Nasrani pergi berziarah ke Bait’l-Maqdis (Yerusalem) sebab itu adalah Tanah yang dijanjikan buat orang-orang Yahudi, dan tempat kelahiran Isa Almasih buat orang-orang Nasrani, maka orang tidak akan dapat memahami pertemuan dua macam peribadatan dalam sebuah tempat, di tempat itu berhala-berhala dihancurkan dan di tempat itu pula berhala-berhala yang sudah dihancurkan itu disembah. Oleh karena itu, sudah wajar sekali apabila orang-orang musyrik itu tidak boleh lagi mendekati Rumah Suci yang sudah dibersihkan dari segala kehidupan syirik dan segala macam suasana paganisma. Dalam hal inilah ayat-ayat dalam Surah Bara’ah (At-Taubah (9) itu turun. Tetapi musim haji kini sudah dimulai dan orang-orang musyrik sudah pula ada yang datang dari pelosok-pelosok hendak menjalankan upacaranya. Baiklah pertemuan sekali ini menjadi saat menyampaikan perintah Allah kepada mereka dalam memutuskan segala perjanjian antara paganisma dengan iman, kecuali buat perjanjian yang dibuat untuk waktu tertentu ia tetap berlaku sampai pada waktu yang sudah ditentukan itu.
Untuk maksud itu Nabi lalu mengutus Ali b. Abi Talib menyusul Abu Bakr, dan berkhotbah menyampaikan perintah Allah dan Rasul itu kepada orang ramai waktu musim haji di Arafat. Dalam menunaikan tugasnya Ali dapat menyusul Abu Bakr dan kaum Muslinmin yang berangkat bersama-sama pergi haji itu. Begitu Abu Bakr melihatnya ia bertanya: “
Amir atau ma’mur?”2
“Ma’mur,”3 jawab Ali.
Kemudian diceritakannya maksud kedatangannya itu, dan bahwa Nabi mengutus dia kepada orang banyak karena dia termasuk keluarganya.
Bilamana orang sudah berkumpul di Mina melaksanakan upacara haji, Ali berdiri di samping Abu Huraira, dan diserukannya kepada orang banyak dengan membaca firman Allah ini:4
“Suatu pernyataan pemutusan hubungan dari Allah dan RasulNya kepada orang-orang musyrik yang telah kamu ikat dengan perjanjian (1). Oleh karena itu, bolehlah kamu berjalan di muka bumi ini selama empat bulan dan ketahuilah, bahwa kamu tidak akan dapat melemahkan Tuhan dan Tuhan akan mencampakkan kehinaan kepada orang-orang kafir (2). Dan ini sebuah Maklumat dari Allah dan Rasul kepada umat manusia pada Hari Haji Akbar5 bahwa Allah dan Rasul lepas tangan dari orang-orang musyrik. Tetapi kalau mau bertaubat, itu lebih baik buat kamu. Tetapi kalau kamu mengelak juga, ketahuilah, kamu takkan dapat melemahkan Tuhan. Beritahukanlah kepada orang-orang yang kafir itu akan adanya siksa yang pedih (3). Kecuali mereka, yang telah kamu adakan perjanjian dengan orang-orang musyrik dan tiada pula mereka melanggar sesuatu dalam perjanjian itu, dan mereka tidak membantu seseorang dalam memusuhi kamu, maka penuhilah perjanjian itu dengan mereka sampai batas waktunya. Allah menyukai orang-orang yang teguh dalam kebenaran (4). Apabila bulan-bulan suci sudah lalu, orang-orang musyrik itu boleh diperangi dimana saja kamu jumpai mereka, tangkap dan kepunglah mereka dan intailah mereka pada setiap tempat penjagaan. Tetapi apabila mereka sudah bertaubat, sudah menjalankan salat dan mengeluarkan zakat, biarkanlah mereka bebas berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Penyayang (5). Dan apabila ada seseorang dari pihak musryik itu meminta perlindungan (suaka) kepadamu, lindungilah ia supaya sempat ia mendengar Firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat vang aman. Demikianlah, sebab mereka orang-orang yang tidak mengetahui (6). Bagaimana mungkin di hadapan Allah dan RasulNya akan ada suatu perjanjian dengan orang-orang musyrik; kecuali yang telah kamu adakan perjanjian dengan mereka di dekat Masjid’l-Haram. Maka selama mereka berlaku lurus kepada kamu, hendaklah kamu berlaku lurus juga kepada mereka; sebab Allah menyukai orang-orang yang teguh dalam kebenaran (7). Bagaimana mungkin (ada perjanjian demikian itu), padahal bilamana mereka dapat menguasai kamu, mereka tidak akan menghormat kamu, baik dalam tali kekeluargaan mau pun dalam perjanjian. Mereka menyenangkan kamu dengan mulut (manis) tapi hati mereka sebaliknya. Dan kebanyakan mereka itu orang-orang fasik (8). Ayat-ayat Tuhan mereka jual dengan harga murah dan mereka mau menghalangi orang dari jalan Allah. Memang buruk sekali perbuatan mereka itu (9). Mereka tidak lagi menghormati orang beriman, baik dalam kekeluargaan mau pun dalam perjanjian. Mereka itulah orang-orang yang melanggar batas (10). Akan tetapi bila mereka bertaubat, menjalankan sembahyang dan mengeluarkan zakat, maka mereka itu saudara-saudaramu seagama. Ayat-ayat itu Kami uraikan kepada mereka yang mau mengerti (11). Tetapi bilamana mereka sudah melanggar sumpah mereka sendiri sesudah perjanjian mereka itu, dan mereka memaki agamamu, maka perangilah pemuka-pemuka orang kafir itu – mereka orang-orang yang tak dapat menahan diri ( 12). Kamu tidak mau melawan golongan yang telah melanggar sumpahnya sendiri, padahal mereka sudah berkonmplot hendak mengusir Rasul, dan mereka itulah yang pertama kali mulai memerangi kamu. Takutkah kamu kepada mereka? Padahal Allah yang harus lebih ditakuti, kalau kamu orang-orang beriman (13). Lawanlah mereka itu! Tuhan akan menyiksa mereka melalui tangan kamu, Allah akan menista mereka dan akan menolong kamu melawan mereka, akan melegakan hati orang-orang beriman (14). Tuhan akan menghapuskan kemarahan hati mereka, akan menerima taubat siapa saja yang dikehendakiNya. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana ( 15). Adakah kamu mengira, bahwa kamu akan dibiarkan begitu saja, padahal Allah belum membuktikan kamu yang benar berjuang dan tiada pula mengambil sebagai teman akrabnya, selain Allah, Rasul dan orang-orang beriman. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu perbuat (16). Bukanlah orang-orang musyrik itu yang akan memeriahkan mesjid-mesjid Allah, karena mereka sudah mengakui sendiri kekufuran mereka. Perbuatan mereka itu rendah sekali, dan mereka akan kekal dalam api neraka (17). Tetapi yang akan memeriahkan mesjid-mesjid Allah ialah orang yang sudah beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta menjalankan sembahyang dan mengeluarkan zakat dan tidak takut kepada siapa pun selain kepada Allah. Mereka inilah yang diharapkan akan mendapat petunjuk (18). Pemberian minuman kepada jemaah haji dan mengurus Mesjid Suci adakah kamu samakan dengan orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjuang di jalan Allah? Dalam pandangan Tuhan mereka tidak sama. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang bersalah (19). Orang-orang yang beriman, yang berhijrah dan berjuang di jalan Allah dengan harta dan jiwaraga mereka dalam pandangan Allah lebih tinggi derajatnya; dan mereka itulah orang-orang yang mendapat kemenangan (20). Tuhan memberikan berita gembira kepada mereka dengan rahmat, keridaan dan surga daripadaNya buat mereka. Disana tempat kesenangan abadi (21). Mereka kekal selalu disana. Pahala yang besar ada pada Tuhan (22). Orang-orang beriman! Janganlah kamu menjadikan bapa-bapa dan saudara-saudaramu itu sebagai wakil-wakil kamu kalau mereka lebih mengutamakan kekufuran daripada iman; dan barangsiapa mengambil mereka menjadi wakil, mereka itulah orang-orang yang aniaya (23). Ya, katakanlah: Kalau bapa-bapa kamu, anak-anak kamu, saudara-saudara dan isteri-isteri kamu serta keluarga kamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu kuatirkan akan menjadi rugi, tempat-tempat tinggal yang kamu senangi, semua itu lebih kamu cintai daripada Allah dan RasulNya serta daripada berjuang di jalan Allah, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan. Allah tidak memberikan bimbingan kepada orang-orang fasik (24). Allah telah menolong kamu pada beberapa tempat dan pada Peristiwa Hunain, tatkala kamu merasa bangga sekali karena jumlah kamu yang besar. Tetapi ternyata jumlah yang besar itu sedikit pun tidak menolong kamu, dan bumi yang seluas ini pun terasa amat sempit olehmu, lalu kamu berbalik mundur (25). Sesudah itu Tuhan menurunkan perasaan tenang kedalam hati Rasul dan orang-orang beriman serta diturunkanNya pula balatentara yang tidak kamu lihat, dan disiksaNya orang-orang kafir itu dan memang itulah balasan buat orang-orang kafir (16). Sesudah itu kemudian Allah menerima taubat barangsiapa yang dikehendakiNya. Allah Maha Pengampun dan Penyayang (27). Orang-orang beriman! Ingatlah, orang-orang musyrik itu kotor. Sebab itu. sesudah ini, janganlah mereka memasuki Mesjid Suci, dan kalau kamu kuatir akan menjadi miskin, maka Tuhan dengan karuniaNya akan memberikan kekayaan kepada kamu. Jika dikehendaki, sesungguhnya Tuhan Maha Tahu dan Bijaksana (28). Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan Hari Kemudian dan tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan RasulNya, dan tidak pula beragama menurut agama yang benar.yaitu orang-orang yang sudah mendapat Al-Kitab, sampai mereka membayar jizya dengan patuh dalam keadaan tunduk (29). Orang-orang Yahudi berkata: ‘Uzair itu putera Allah, dan orang-orang Nasrani berkata: ‘Almasih itu putera Allah,. Demikianlah kata-kata mereka, menurut mulut mereka. Mereka meniru-niru perkataan orang-orang kafir masa dulu. Tuhan mengutuk mereka. Bagaimana mereka sampai dipalingkan? (30). Mereka menjadikan pendeta-pendeta dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan al-Masih putera Mariam (juga mereka pertuhan), padahal mereka diperintahkan hanya menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Tiada tuhan selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan (31). Mereka berkehendak memadamkan Nur ilahi dengan mulut mereka. Tetapi kehendak Tuhan hanya akan menyelesaikan pancaran cahayaNya itu, meskipun tidak disukai orang-orang kafir (32). Dialah Yang telah mengutus RasulNya dengan membawa Petunjuk Qur’an dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas semua agama, meskipun tidak disukai oleh orang-orang musyrik (33). Orang-orang beriman! Banyak sekali para pendeta dan rahib-rahib memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka merintangi orang dari jalan Allah. Dan mereka yang menimbun emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, beritahukanlah kepada mereka adanya siksa yang pedih (34). Tatkala semuanya dipanaskan dalam api jahanam, lalu dengan itu dahi mereka, lambung mereka dan punggung mereka dibakar. Inilah harta-bendamu yang kamu timbun untuk dirimu sendiri. Sebab itu, rasakan sekarang akibat apa yang kamu timbun itu (35). Sebenarnya bilangan bulan dalam pandangan Tuhan ialah duabelas bulan. Demikian ditentukan Allah tatkala Ia menciptakan langit dan bumi, diantaranya ada empat bulan suci. Itulah ketentuan agama yang lurus. Oleh karena itu janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan-bulan itu. Lawanlah orang-orang musyrik itu semua, seperti mereka juga memerangi kamu semua. Ketahuilah, Allah beserta orang-orang yang teguh bertakwa (36).(Qur’an, 9: 1-36)
Ketika itu Ali berdiri di tengah-tengah orang yang sedang menunaikan upacara haji di Mina. Dibacakannya kepada mereka itu ayat-ayat Surah At-Taubah, yang di sini saya kutip secara keseluruhan, dengan maksud seperti yang akan saya terangkan kemudian. Selesai membaca ia berhenti sejenak, kemudian serunya lagi kepada orang ramai itu:
Dasar ideal negara yang baru tumbuh
“Saudara-saudara! Orang kafir tidak akan masuk surga. Sesudah tahun ini orang musyrik tidak boleh lagi naik haji, tidak boleh lagi bertawaf di Ka’bah dengan telanjang. Barangsiapa terikat oleh suatu perjanjian dengan Rasulullah s.a.w. maka itu tetap berlaku sampai pada waktunya.”
Ali menyampaikan keempat perintah itu di tengah-tengah orang ramai, kemudian sesudah itu kepada mereka diberi waktu empat bulan supaya masing-masing golongan itu sempat pulang ke daerah dan negeri masing-masing. Sejak itu tiada seorang musyrik lagi mengerjakan haji, tiada lagi orang telanjang bertawaf di Ka’bah. Juga sejak itulah dasar tempat berdirinya suatu negara Islam diletakkan.
Karena dasar ini pulalah maka disini saya kutip bagian-bagian permulaan Surah At-Taubah itu secara keseluruhan. Dengan hasrat supaya dasar itu diketahui oleh semua orang Arab. Ali bukan saja membacakan ayat-ayat Bara’ah (At-Taubah) itu pada musim haji saja – menurut suatu sumber yang sudah disetujui melainkan juga sesudah itu pun dibacakannya pula di rumah-rumah mereka – demikian sumber-sumber lain menyebutkan. Kalau orang membaca bagian-bagian permulaan Surat Bara’ah ini lalu diulang membacanya dan diteliti dengan seksama, orang akan merasakan sekali bahwa itulah dasar ideal dalam bentuk yang paling jelas bagi setiap negara yang baru tumbuh. Turunnya Surah Bara’ah ini secara keseluruhan ialah pada ekspedisi terakhir yang dilakukan Nabi. Setelah penduduk Tatif datang menyatakan diri sebagai keluarga agama baru ini, setelah seluruh Hijaz berikut Tihama dan Najd bernaung dibawah bendera Islam, dan setelah sebagian besar kabilah-kabilah selatan semenanjung menyatakan diri tunduk kepada Muhammad dan bergabung kedalam ajaran agamanya. ketika itulah tampak hikmah sejarah turunnya ayat-ayat yang mengatur dasar negara ideal sampai pada waktu itu. Supaya negara menjadi kuat, maka ia harus mempunyai suatu ideologi ideal yang umum sifatnya dapat dijadikan keyakinan masyarakat dan semua bersedia pula membelanya dengan segala kekuatan dan kemampuan yang ada. Dalam hal ini mana pula ada suatu ideologi yang lebih besar daripada keimanan kepada Allah Yang Maha Esa dan tidak bersekutu. Dan ideologi yang mana pula yang lebih besar pengaruhnya dalam jiwa manusia daripada suatu kesadaran bahwa ia merasa dirinya berhubungan dengan Alam dengan segala manifestasinya yang paling tinggi. Tak ada yang dapat menguasai dirinya selain Allah dan hanya Allah pula dapat mengawasi hati nuraninya. Apabila ada orang yang menentang ideologi umum yang harus menjadi dasar negara ini, maka mereka itu ialah orang-orang fasik, orang-orang yang mau menyebarkan benih-benih pergolakan perang saudara dan fitnah yang merusak. Oleh karena itu, terhadap orang-orang semacam itu tidak boleh ada suatu perjanjian. Negara harus memerangi mereka. Kalau pembangkangan mereka terhadap ideologi umum itu bersifat liar dan tak terkemudikan, mereka harus diperangi sampai mereka tunduk. Kalau pembangkangannya terhadap ideologi bersifat tidak liar dan dapat dikendalikan – seperti halnya dengan Ahli Kitab – maka mereka wajib membayar jizyah dengan taat dan patuh pada peraturan yang berlaku.
Keputusan yang berlebih-lebihan
Dari tinjauan kita mengenai arti ayat-ayat Surah At-Taubah yang sudah kita baca itu, dari segi sejarah dan sosiologi, tentu akan mengantarkan kita pada penilaian itu juga. Dan setiap orang yang jujur dan beritikad baik, akan kesana pula penilaiannya. Akan tetapi, mereka yang telah memberikan tanggapan kepada Rasul dengan cara yang sudah melampaui batas itu, akan meninggalkan tinjauan demikian ini. Mereka akan menafsirkan ayat dalam Surah At-Taubah yang sudah begitu jelas dan kuat itu dengan mengatakan, bahwa hal itu akan mendorong orang jadi fanatik, yang sudah tidak sesuai lagi dengan jiwa toleransi peradaban dewasa ini; akan mendorong orang supaya mengejar dan membunuh orang-orang musyrik dimana saja ada orang-orang yang beriman – tanpa mengenal ampun dan kasihan lagi, juga mendorong orang membuat undang-undang atas dasar tirani.
Demikian inilah kata-kata yang sering kita baca dalam buku-buku kaum Orientalis. Kata-kata ini sangat menarik pikiran orang yang memang belum matang dalam masalah-masalah kritik sosial dan sejarah, dalam kalangan Muslimin sendiri sekali pun. Kata-kata demikian itu sebenarnya sama sekali tidak sesuai dengan kenyataan sejarah, juga tidak sesuai dengan kenyataan sosial. Hal inilah – yang dalam penafsiran mereka mengenai Surah At-Taubah seperti yang kita sebutkan, dan yang serupa itu pula yang banyak terdapat dalam surah-surah lain dalam Qur’an yang menyebabkan orang membuat suatu penafsiran yang sama sekali tak dapat diterima oleh logika dan kenyataan dalam sejarah Rasul, juga bertentangan dengan rangkaian sejarah hidup Nabi Besar itu sejak ia diutus Allah membawa agama ini sampai ia berpulang kembali ke rahmatullah.
Kebebasan berpikir dan peradaban Barat
Untuk menjelaskan hal ini, baik juga kalau kita bertanya mengenai dasar ideal peradaban yang berlaku sekarang, lalu kita bandingkan dengan dasar ideal seperti yang dibawa oleh Muhammad itu. Dasar ideal peradaban yang berlaku dewasa ini ialah kebebasan berpikir yang tidak terbatas, dan hanya cara menyatakannya dibatasi dengan undang-undang. Dan kebebasan berpikir inilah yang lalu dijadikan suatu ideologi, yang dibela orang dan bersedia ia berkorban untuk itu. Ia berjuang dan berperang mati-matian hendak mewujudkan hal itu, dan menganggap semua itu sebagai kejayaan yang patut dibanggakan oleh setiap generasi, dan dibanggakan juga terhadap masa lampau Karena itu pulalah Orientalis-orientalis seperti yang kita sebutkan itu berkata: “Ajaran Islam yang hendak memerangi orang yang tidak mau beriman kepada Tuhan dan Hari Kemudian, ialah ajaran yang menyuruh orang jadi fanatik. Sebenarnya ini bertentangan dengan kebebasan berpikir.”
Ini suatu pemalsuan yang memalukan, apabila kita sudah mengetahui bahwa nilai pikiran itu terletak pada ajaran dan perbuatannya. Islam tidak menyuruh menentang orang-orang musyrik penduduk semenanjung itu, kalau saja mereka patuh dan tidak mengajak orang melakukan syirik dan menyuruh pula melaksanakan upacaranya. Peradaban yang sedang berkuasa (the ruling culture) sekarang, dalam memerangi pikiran-pikiran yang berlawanan dengan situasi ideologi itu sudah melebihi perlawanan kaum Muslimin terhadap orang-orang musyrik. Juga peradaban yang berkuasa sekarang ini seribu kali lebih jahat dibandingkan dengan jizya yang berlaku terhadap orang yang dianggap Ahli Kitab itu.
Bolsjevisma sebagai konsepsi ekonomi
Sengaja disini kita tidak akan mengambil contoh kejadian dulu ketika terjadi gerakan pemberantasan perdagangan budak-belian, sekali pun mereka yang bekerja dalam perdagangan ini yakin sekali bahwa hal itu tidak dilarang. Kita tidak mengambil ini sebagai contoh, supaya jangan ada yang berkata, bahwa kita bukan tidak menyetujui adanya perdagangan semacam itu meskipun Islam tidak menyuruh lebih daripada memberantas apa yang tidak disetujuinya itu. Sebaliknya Eropa sekarang, Eropa yang punya peradaban yang sedang berkuasa itu, dengan dibantu oleh Amerika, oleh kekuatan-kekuatan bersenjata di Asia bagian selatan dan Timur Jauh, telah pula memerangi gerakan bolsyevisma (komunisma), dan bersedia berperang terus mati-matian. Kami di Mesir ini pun bersedia pula bersama-sama dengan peradaban yang sedang berkuasa ini memerangi dan memberantas bolsyevisma, meskipun dalam hal ini bolsyevisma tidak lebih dari suatu gagasan ekonomi yang mau melawan gagasan lain yang dianut oleh peradaban yang sedang berkuasa sekarang itu. Adakah seruan Islam yang hendak memberantas orang-orang syirik yang telah melanggar perjanjian Tuhan setelah disahkan itu sebagai suatu seruan biadab yang menganjurkan fanatisma dan antikebebasan? Sebaliknya seruan yang hendak memberantas bolsyevisma yang merusak susunan masyarakat itu, dalam peradaban yang sedang berkuasa ini dipandang sebagai seruan yang menganjurkan kebebasan berpikir dan berideologi dan patut dihormati?
Kemudian ada segolongan orang pada beberapa negara di Eropa yang memandang bahwa pendidikan rohani harus disertai pula dengan pendidikan jasmani, dan bahwa kebiasaan orang menutup seluruh badan atau sebagian anggota badannya sebenarnya lebih membangkitkan napsu kelamin (sex) dalam jiwa orang lain, dan tentunya lebih-lebih lagi akan merusak moral, daripada kalau orang itu semua telanjang bulat. Maka orang-orang yang punya gagasan ini mulailah melaksanakan gagasannya, mulai mengadakan tempat-tempat nudis dalam beberapa kota.6 Mereka mendirikan tempat-tempat yang dapat dikunjungi oleh siapa saja yang mau membiasakan diri dengan pendidikan jasmani demikian itu. Tetapi begitu gagasan ini tersebar orang-orang yang bertanggungjawab dalam beberapa negara memandang tersebamya gejala-gejala semacam ini akan sangat merusak pendidikan akhlak dan membahayakan masyarakat. “Perkumpulan-perkumpulan nudis” ini dilarang, mereka yang bertanggungjawab atas gagasan itu dikejar-kejar dan mengadakan tempat-tempat pendidikan jasmani semacam itu dilarang dengan undang-undang. Kita tidak akan sangsi, bahwa bilamana gagasan ini sampai tersebar luas pada suatu bangsa secara keseluruhan, pasti ia akan menyebabkan timbulnya pengumuman perang dari bangsa-bangsa lain atas bangsa itu dengan alasan bahwa hal ini akan merusak nilai-nilai kehidupan rohani umat manusia, seperti yang pernah terjadi dengan timbulnya peperangan-peperangan karena budak-belian, timbulnya peperangan atau yang semacam itu karena memperdagangkan budak kulit putih atau perdagangan candu.
Membungkam kebebasan berpikir yang beralasan
Kenapa terjadi semua itu? Sebabnya ialah, karena kebebasan berpikir secara mutlak itu memang dapat diterima selama ia tetap tersimpan dalam batas-batas ucapan yang tidak sampai menyentuh tubuh masyarakat secara membahayakan. Akan tetapi bilamana pikiran itu akan sampai menyebabkan timbulnya kerusakan pada masyarakat manusia maka penyebabnya itu harus diberantas; juga manifestasi gagasan itu semua harus diberantas, bahkan gagasannya sendiri harus diberantas, meskipun manifestasi perang ini berbeda-beda, sesuai dengan tingkat kerusakan dalam masyarakat sebagai akibat dari manifestasi itu, yang dengan bertahannya itu dikuatirkan membawa akibat dalam perkembangan etik, sosial dan ekonomi.
Inilah kenyataan sosial yang sudah diakui dan disahkan oleh peradaban yang sedang berkuasa sekarang. Kalau kita masih mau menjelajahi terus manifestasi itu serta pengaruh-pengaruhnya dalam pelbagai bangsa, tentu akan terlalu panjang kita bicara, dan bukan pula tempatnya disini. Hanya saja orang akan dapat berkata, bahwa setiap undang-undang yang tujuannya hendak membungkam setiap gerakan sosial, ekonomi atau politik, maka ini berarti perang melawan pikiran yang melahirkan gerakan itu, dan perang ini dapat dibenarkan sesuai dengan bahaya yang menimpa masyarakat manusia, apabila pikiran-pikiran yang menjadi sasaran perang tersebut dilaksanakan.
Gambaran kehidupan syirik
Kalau kita mau menilai seruan Islam dalam memberantas kehidupan syirik dan penganut-penganutnya serta dalam memerangi mereka sampai mereka itu patuh, dapat dibenarkankah perang demikian ini atau tidak dapat dibenarkan? Kita perlu sekali melihat peranan yang dimainkan oleh pikiran syirik ini serta tujuannya. Apabila sudah ada kata sepakat mengenai betapa besar bahayanya terhadap masyarakat manusia dalam berbagai zaman, maka pengumumam perang yang dicetuskan oleh Islam kepada mereka itu dapat sekali dibenarkan, bahkan suatu kewajiban adanya.
Kehidupan syirik yang ada pada waktu Muhammad a.s. membawa dakwah agama yang benar itu, bukan hanya menggambarkan penyembahan berhala saja – dan kalau pun demikian adanya harus juga diberantas, sebab adalah suatu ironi terhadap akal pikiran dan kehormatan martabat manusia, bahwa manusia akan menyembah batu – tetapi kehidupan syirik ini juga menggambarkan sekelompok tradisi, adat-istiadat dan kebiasaan, bahkan menggambarkan suatu sistem masyarakat yang lebih berbahaya dari perbudakan, lebih berbahaya dari bolsyevisma dan lebih berbahaya dari segala yang dapat digambarkan oleh otak manusia menjelang akhir abad keduapuluh ini. Mereka menggambarkan cara hidup yang menguburkan bayi perempuan hidup-hidup, polygami yang tiada terbatas, laki-laki boleh mengawini perempuan sampai tigapuluh, empatpuluh, seratus, tigaratus atau lebih dari itu. Mereka menggambarkan suatu perbuatan riba dalam bentuknya yang paling kotor yang dapat digambarkan manusia, juga mereka menggambarkan kehidupan anarkhisma moral dalam bentuknya yang paling rendah. Masyarakat Arab pagan itu sebenarnya adalah masyarakat yang paling jahat yang pernah dilahirkan ke tengah-tengah umat manusia ini.
Dari setiap orang yang jujur sangat saya harapkan kiranya akan dapat menjawab pertanyaan ini: Sekiranya sekarang ada suatu masyarakat manusia membuat suatu sistem untuk mereka sendiri dengan segala tradisi, adat-istiadat dan kebiasaan meliputi segala perbuatan menguburkan anak perempuan hidup-hidup, polygami tak terbatas, membolehkan perbudakan dengan suatu sebab atau tanpa sebab, eksploitasi harta-benda dengan cara yang kejam, kemudian karena itu semua lalu timbul pemberontakan hendak menghancurkan dan mengikisnya habis-habis – dapatkah pemberontakan demikian itu kita tuduh dengan fanatisma, dengan tindakan anti kebebasan berpikir? Kalau kita umpamakan, ada suatu bangsa yang sudah puas dengan sistem sosial yang rendah ini dan sudah hampir pula menular sampai ke negara-negara lain, lalu negara-negara ini mengumumkan perang, dapat juga dibenarkan? Bukankah ini lebih-lebih dapat dibenarkan daripada Perang Dunia yang baru lalu yang telah menelan jutaan penduduk dunia ini tanpa suatu sebab selain karena sifat keserakahan dari pihak negara-negara imperialis?
Revolusi terhadap syirik dibenarkan
Dan kalau memang sudah begitu adanya, dimana pula nilai kritik para Orientalis itu terhadap ayat-ayat yang sudah pembaca ikuti dari Surah Bara’ah dan terhadap seruan Islam dalam memberantas syirik dan penganut-penganutnya yang berusaha hendak menegakkan suatu sistem dengan segala akibatnya yang berbahaya seperti yang kita sebutkan tadi?
Kalau ini sudah merupakan suatu kenyataan sejarah sehubungan dengan sistem yang berlaku di tanah Arab di bawah naungan panji syirik dan paganisma, maka juga di sana ada suatu kenyataan lain dalam sejarah yang bersumber dari kehidupan Rasul. Sejak ia diutus Tuhan mengemban Risalah selama tigabelas tahun, dengan segala susah-payah ia mengorbankan segalanya, mengajak orang ke dalam agama Allah dengan memberikan bukti dan mengajak mereka berdiskusi dengan cara yang baik. Semua peperangan dan ekspedisi yang dilakukannya, sekali-kali tidak bersifat agresi, melainkan selalu mempertahankan sifatnya, mempertahankan kaum Muslimin, mempertahankan kebebasan mereka melakukan dakwah agama, agama yang sudah mereka imani, mereka mengorbankan hidup mereka untuk agama itu.
Seruan yang tegas dan sudah cukup jelas, bahwa orang-orang musyrik itu patut dilawan – karena mereka kotor, mereka tidak dapat memegang janji dan piagam perianjian, mereka tidak lagi dapat memegang sesuatu amanat dan pertalian keluarga dengan orang-orang beriman – ayat-ayatnya turun pada akhir ekspedisi Nabi ke Tabuk. Apabila Islam turun disuatu daerah dengan kehidupan paganisima yang sedang luas menjalar, dan berusaha hendak menanamkan suatu sistem sosial dan ekonomi yang begitu merusak yang sudah ada di semenanjung itu tatkala Nabi diutus, lalu datang kaum Muslimin mengajak mereka supaya meninggalkan cara semacam itu dan mari mengambil apa yang dibenarkan Tuhan dan meninggalkan apa yang dilarangNya – tidak juga mereka mau patuh – maka buat orang yang jujur tidak bisa lain ia mesti berontak terhadap mereka, memberantas mereka sampai ajaran Tuhan ini selesai, dan yang tersebar luas hanya keadilan dan keimanan kepada Allah.
Ayat-ayat Bara’ah (At-Taubah) yang dibacakan oleh Ali itu, demikian juga seruannya kepada orang banyak, bahwa orang kafir tidak akan masuk surga, bahwa sesudah tahun ini tidak dibenarkan lagi orang musyrik melakukan ibadah haji dan melakukan tawaf di Ka’bah dengan telanjang – telah membawa hasil yang baik sekali. Sikap ragu yang tadinya tertanam dalam hati kabilah-kabilah, yang selama itu masih lambat-lambat akan menerima ajakan Islam – telah hilang samasekali.
‘Amir bin’t-Tufail
Dengan demikian negeri-negeri seperti Yaman, Mahra, Bahrain dan Yamama masuk Islam. Sudah tak ada lagi pihak yang akan mengadakan perlawanan kepada Muhammad kecuali sejumlah kecil, yang karena kecongkakannya malah berbuat dosa dan tertipu oleh golongannya sendiri, diantaranya ‘Amir bin’t-Tufail, yang pergi bersama-sama dengan perutusan Banu ‘Amir yang hendak berlindung dibawah bendera Islam. Tetapi setelah berhadapan dengan Nabi, ‘Amir menolak dan tidak mau menenma Islam. Ia ingin supaya ia dijadikan sekutu Nabi. Nabi masih berusaha meyakinkan supaya dia menerima Islam. Tetapi ia tetap menolak. Kemudian sambil keluar ia berkata:
“Kota ini akan saya hujani dengan pasukan berkuda dan tentara untuk melawan kamu.”
Lalu kata Muhammad: “Allahumma ya Allah! Lindungi aku dari perbuatan ‘Amir bin’t-Tufail!”
‘Amir pun lalu pergi hendak menuju kabilahhya. Tetapi di tengah perjalanan itu tiba-tiba ia terserang penyakit sampar di leher sampai ia menemui ajalnya ketika ia sedang berada di rumah seorang wanita dari Banu Salul. Ketika akan menemui ajalnya berulang-ulang ia berkata: “Oh Banu ‘Amir! Ini penyakit kelenjar seperti penyakit serdi pada unta dan mati pula di rumah wanita Banu Salul!”
Juga Arbad b. Qais, ia tidak mau menerima Islam, ia kembali ke Banu ‘Amir. Tetapi belum lama tinggal di tempat itu ia mati terbakar disambar petir, tatkala ia pergi naik unta yang akan dijualnya. Sungguh pun begitu, penolakan ‘Amir dan Arbad ini tidak mengalangi golongannya untuk masuk Islam. Yang lebih jahat lagi dari mereka itu semua ialah Musailima ibn Habib. la datang bersama-sama dengan perutusan Banu Hanifa dari Yamama. Oleh rombongan itu ia ditinggalkan di belakang dengan barang-barang, dan mereka pergi menemui Rasulullah. Ketika itulah mereka semua masuk Islam, dan oleh Nabi mereka diberi hadiah. Juga mereka menyebut-nyebut tentang Musailima, yang oleh Nabi kemudian juga diberi hadiah seperti mereka, dengan katanya: “Dia tidak lebih buruk kedudukannya di kalangan kamu,” yakni karena dia menjagakan barang-barang teman-temannya. Tetapi mendengar kata-kata itu dari mereka Musailima lalu mendakwakan dirinya nabi, dan menduga bahwa Tuhan mempersekutukannya dengan Muhammad dalam kenabian itu. Kepada masyarakat golongannya ia bersajak7 dan menggunakan kata-kata dengan mencoba-coba hendak meniru-niru Qur’an: “Tuhan memberikan kenikmatan kepada yang bunting. Yang mengeluarkan nyawa bergerak. Dari antara kulit bawah dengan isi lambung”8
Musailima menghalalkan minuman keras dan perzinaan dan membebaskan golongannya dari sembahyang. Ia aktif sekali mengajak orang supaya mempercayainya. Selain mereka ini, orang-orang Arab dari segenap pelosok jazirah datang berduyun-duyun menyambut agama Allah, dipimpin oleh orang-orang terpandang dan terhormat semacam Adi b. Hatim dan ‘Amir b. Maidi Karib. Raja-raja Himyar juga telah mengutus orang membawa surat kepada Nabi menyatakan diri mereka masuk Islam. Nabi pun menetapkan dan berkirim pula surat kepada mereka mengenai hak dan kewajiban mereka menurut syariat Allah.
Perjuangan dalam Islam dan alasannya
Sesudah lslam tersebar di bagian selatan semenanjung, Muhammad mengutus orang-orang yang mula-mula dalam Islam supaya dapat mengajarkan hukum dan memperdalam dan menguatkan agama mereka.
Kita tidak akan lama-lama berhenti pada masalah perutusan orang-orang Arab kepada Nabi itu seperti yang biasa dilakukan oleh penulis-penulis dahulu, sebab masalahnya hampir sama, mereka semua bernaung di bawah bendera Islam. Ibn Sa’d dalam At-Tabaqat ‘l-Kubra telah mengkhususkan 50 halaman besar mengenai perutusan-perutusan Arab ini saja kepada Rasul. Kiranya cukup disini kita menyebutkan nama-nama kabilah dan anak-kabilah yang punya perutusan. Utusan-utusan itu datang dari: Muzaina, Asad, Tamim, ‘Abs, Fazara, Murra, Tha’laba, Muharib, Sa’d b. Bakr, Kilab, Ru’as b. Kilab, ‘Uqail b. Ka’b, Ja’da, Qusyair b. Ka’b, Banu’l-Bakka’, Kinana, Asyja’, Bahila, Sulaim, Hilal b. ‘Amir, ‘Amir b. Sha’ sha’a dan Thaqif. Utusan-utusan Rabi’a datang dari ‘Abd’l-Qais, Bakr b. Wa’il, Taghlib, Hanifa dan Syaiban. Dari Yaman datang utusan-utusan: Tayy Tujib, Khaulan, Ju’fi, Shuda’, Murad, Zubaid, Kinda, Shadif, Khusyain, Sa’d Hudhail, Bali, Bahra’, Udhra, Salaman, Juhaina, Kalb, Jarm, Azd, Ghassan Harith b. Ka’b, Hamdan, Sa’d'l-Asyira, ‘Ans, Dar, Raha, [dari daerahMadhhij], Ghamid, Nakha’, Bajila, Khath’am, Asy’ari, Hadzramaut, Azd ‘Uman, Ghafiq, Bariq, Daus, Thumala, Hudan, Aslam, Judham, Muhra, Himyar, Najran dan Jaisyah. Demikian seterusnya, tiada sebuah kabilah atau anak-kabilah di Semenanjung itu yang tidak masuk Islam, kecuali yang sudah kita sebutkan di atas. Demikian juga orang-orang musyrik penduduk jazirah itu, mereka berlumba-lumba masuk Islam, dan dengan sendirinya meninggalkan penyembahan berhala. Sekarang seluruh tanah Arab sudah bersih dari berhala-berhala dengan segala penyembahannya. Sesudah perjalanan ke Tabuk, selesailah semua itu secara sukarela dan atas kemauan sendiri, tanpa bersusah payah atau pertumpahan darah.
Sekarang apa yang dilakukan pihak Yahudi dan pihak Nasrani terhadap Muhammad, dan apa pula yang dilakukan Muhammad terhadap mereka?