Tanya Jawab Bersama Habib Luthfi bin Yahya
Puji
syukur kepada Allah swt atas nikmat, rahmat, taufik , dan hidayah-Nya.
Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad saw,
keluarga beserta para sahabatnya dan juga pula semoga rahmat serta
inayah-Nya tercurah kepada al-Habib Luthfi bin Yahya beserta keluarga.
Habib,
saya sering mendengar kata syari’at dan thariqah, tetapi saya belum
begitu faham apa artinya. Saya mohon, Habib berkenan menjelaskannya. (M.
Riyadi, 1 Tegal, Jawa Tengah).
al-Habib Luthfi bin Yahya ra menjawab:
“Syari’at dan thariqah itu tidak bisa dipisahkan. Berthariqah tapi ia
menginggalkan syari’at, tidaklah benar. Karena thariqah adalah buah dari
syari’at atau orang yang mengambil jalan thariqah harus melalui pintu
syari’at.
Syari’at
mengatur kehidupan kita, mulai dari masalah , akidah hingga masalah
ibadah. Mulai dari masalah keimanan kepada Allah swt, malaikat,
Kitab-kitab Allah swt, para nabi dan rasul, hari akhir, hingga masalah
takdir.
Dari
syari’at pula kita mengetahui Rukun Islam, yaitu syahadatain, shalat,
puasa, zakat dan haji, hingga keutamaan shalat, serta hubungan antara
manusia, seperti jual-beli, pernikahan dan lain sebagainya.
Setelah
menjalankan syari’at dengan baik, barulah kita berthariqah. Tujuan
berthariqah adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Sedangkan
untuk berthariqah, seseorang perlu bimbingan seorang mursyid. Sebab,
mursyid inilah yang akan mengenalkan seorang murid kepada Allah swt
sampai ia dekat dan disayang Allah swt.
Yang
dituntut oleh thariqah sendiri adalah perilaku mulia para pengikutnya.
Ia harus berusaha membersihkan kotoran- kotoran yang ada didalam
dirinya, terutama hatinya. Dengan kebersihan hati, lahir maupun batin,
seseorang bisa mendekatkan diri kepada Allah swt.
Sebagai
oontoh adalah berwudhu.’ Ketahuilah, bahwa berwudhu’ merupakan salah
satu cara bersuci menurut syari’at Islam. Biasanya kita berwudhu’ hanya
untuk mendapatkan keutamaan wudhu,’ serta berbagai syarat
untukmenjalankan shalat.
Sedangkan
thariqah menuntut buah dari berwudhu.’ Ketahuilah bahwa berwudhu’ tidak
hanya membersihkan kotoran lahiriah kita, tetapi pada hakekatnya juga
membersihkan kotoran batiniah.
al-Qur’an
menyebutkan bahwa shalat mencegah dari kemunkaran dan kerusakan, karena
kita sudah memahami makna wudhu’ dan shalat itu secara tarekat. Untuk
mendapatkan buah berrwudhu,’ kita harus mengerti arti wudhu.’ Dan untuk
mendapat pengertian ini, kita harus mendapatkan bimbingan dari seorang
guru.
Jika sudah
mengetahui buah berwudhu,’ kita harus mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari. Misalnya saja, kita membersihkan muka, maka kita
harus lebih bisa menjaga diri dari perilaku sombong, kita harus lebih
rendah hati, lebih tawadhu’ dan lebih beradab.
Dengan
menjaga perilaku tersebut, kita akan mudah mendekatkan diri kepada Allah
swt. Dihadapan-Nya kita harus semakin menundukkan kepala. Semua yang
ada pada diri kita adalah pemberian-Nya semata.
Begitu
pula terhadap junjungan kita, Baginda Nabi Muhammad saw. Atas limpahan
rahmat-Nya lah kita menjadi pengikutnya yang setia. Untuk itulah, kita
selalu memuji Rasululah saw, dengan tujuan supaya kita lebih dekat
kepada Baginda Rasulullah sw. Dengan begitu, sosok Baginda Rasulullah
saw akan menjadi idola bagi kita dalam menapaki semua lini kehidupan
hingga akhir hayat.
Sikap
tawadhu’ ini pun harus kita tunjukkan ketika berhadapan dengan para
wali, ulama dan guru-guru kita yang telah memberikan pemahaman tentang
kebenaran syari’at Islam dan thariqah.
Begitu
pula ketika kita membasuh kedua tangan. Yang kita basuh bukan hanya
tangan secara lahir, tapi juga batin. Ini akan mencegah tangan kita dari
berbuat maksiat. Kita akan selalu merasa diperingankan untuk tidak
mengambil yang bukan hak kita, sebab tangan kita sudah disucikan setiap
hari.
Lalu saat
membasuh telinga. Buah dari membasuh telinga, kita akan berusaha untuk
menjaga pendengaran kita dari segala scsuatu yang tidak baik. Kita tidak
akan menyampaikan yang kita dengan kalau informasi itu justru akan
memancing masalah itu memanaskan situasi sehingga menimbulkan
pecah-belah dan kekacauan. Tentu saja, itu juga berlaku bagi mata kita,
kedua kaki kita dan anggota badan lainnva.
Bagi para
murid yang ingin berthariqah, saya anjurkan mulailah dari seorang guru
yang dipercaya. Tapi sebaliknya, bagi guru vang ingin ditaati muridnya,
cobalah didiklah para murid itu menjadi seperti, timba yang mendekati
sumurnya, bukan sumur mendekati timbanya. Dengan begitu, terbentuklah
kewibawaan guru terhadap muridnya.
Bagi
murid, saya anjurkan untuk belajar kepada satu guru, Kalau pada
organisasi, jangan sekadar melihat organisasi itu besar. Meski
organisasi tarekatnya kecil, kalau lebih berpengaruh terhadap jiwa kita
sehingga lebih mendekatkan diri kepada Allah swt, maka tidak perlu ragu
untuk mengikutinya.” ***