Para Ulama Sufi membagi macam para Wali dengan berbagai versi,
termasuk derajat masing-masing di hadapan Allah Ta’ala. Dalam kitab
Al-Mafakhirul Aliyah fi al-Ma’atsir asy-Syadzilyah disebutkan ketika
membahas soal Wali Quthub. Syekh Syamsuddin bin Katilah Rahimahullaahu
Ta’ala menceritakan: “Saya sedang duduk di hadapan guruku, lalu
terlintas untuk menanyakan tentang Wali Quthub. “Apa makna Quthub itu
wahai tuanku?” Lalu beliau menjawab, “Quthub itu banyak. Setiap muqaddam
atau pemuka sufi bisa disebut sebagai Quthub-nya.
Sedangkan al-Quthubul Ghauts al-Fard al-Jami’ itu hanya satu. Artinya
bahwa Wali Nuqaba’ itu jumlahnya 300. Mereka itu telah lepas dari
rekadaya nafsu, dan mereka memiliki 10 amaliyah: empat amaliyah bersifat
lahiriyah, dan enam amaliyah bersifat bathiniyah. Empat amaliyah
lahiriyah itu antara lain:
1) Ibadah yang banyak, 2) Melakukan zuhud hakiki, 3) Menekan hasrat
diri, 4) Mujahadah dengan maksimal. Sedangkan lelaku batinnya: 1)
Taubat, 2) Inabat, 3) Muhasabah, 4) Tafakkur, 5) Merakit dalam Allah, 6)
Riyadlah. Di antara 300 Wali ini ada imam dan pemukanya, dan ia disebut
sebagai Quthub-nya.
Sedangkan Wali Nujaba’ jumlahnya 40 Wali. Ada yang mengatakan 70
Wali. Tugas mereka adalah memikul beban-beban kesulitan manusia. Karena
itu yang diperjuangkan adalah hak orang lain (bukan dirinya sendiri).
Mereka memiliki delapan amaliyah: empat bersifat batiniyah, dan empat
lagi bersifat lahiriyah: Yang bersifat lahiriyah adalah 1) Futuwwah
(peduli sepenuhnya pada hak orang lain), 2) Tawadlu’, 3) Menjaga Adab
(dengan Allah dan sesama) dan 4) Ibadah secara maksimal. Sedangkan
secara Batiniyah, 1) Sabar, 2) Ridla, 3) Syukur), 4) Malu.
Adapun Wali Abdal berjumlah 7 orang. Mereka disebut sebagai kalangan
paripurna, istiqamah dan memelihara keseimbangan kehambaan. Mereka telah
lepas dari imajinasi dan khayalan, dan mereka memiliki delapan amaliyah
lahir dan batin. Yang bersifat lahiriyah: 1) Diam, 2) Terjaga dari
tidur, 3) Lapar dan 4) ‘Uzlah. Dari masing-masing empat amaliyah
lahiriyah ini juga terbagi menjadi empat pula: Lahiriyah dan sekaligus
Batiniyah:
Pertama, diam, secara lahiriyah diam dari bicara, kecuali hanya
berdzikir kepada Allah Ta’ala. Sedangkan Batinnya, adalah diam batinnya
dari seluruh rincian keragaman dan berita-berita batin. Kedua, terjaga
dari tidur secara lahiriyah, batinnya terjaga dari kealpaan dari
dzikrullah. Ketiga, lapar, terbagi dua. Laparnya kalangan Abrar, karena
kesempurnaan penempuhan menuju Allah, dan laparnya kalangan Muqarrabun
karena penuh dengan hidangan anugerah sukacita Ilahiyah (uns). Keempat,
‘uzlah, secara lahiriyah tidak berada di tengah keramaian, secara
batiniyah meninggalkan rasa suka cita bersama banyak orang, karena suka
cita hanya bersama Allah.
Amaliyah Batiniyah kalangan Abdal, juga ada empat prinsipal: 1)
Tajrid (hanya semata bersama Allah), 2) Tafrid (yang ada hanya Allah),
3) Al-Jam’u (berada dalam Kesatuan Allah, 3) Tauhid.
Ragam lain dari para Wali ada yang disebut dengan Dua Imam (Imamani),
yaitu dua pribadi, salah satu ada di sisi kanan Quthub dan sisi lain
ada di sisi kirinya. Yang ada di sisi kanan senantiasa memandang alam
Malakut (alam batin) — dan derajatnya lebih luhur ketimbang kawannya
yang di sisi kiri –, sedangkan yang di sisi kiri senantiasa memandang ke
alam jagad semesta (malak). Sosok di kanan Quthub adalah Badal dari
Quthub. Namun masing-masing memiliki empat amaliyah Batin, dan empat
amaliyah Lahir. Yang bersifat Lahiriyah adalah: Zuhud, Wara’, Amar
Ma’ruf dan Nahi Munkar. Sedangkan yang bersifat Batiniyah: Kejujuran
hati, Ikhlas, Mememlihara Malu dan Muraqabah.
Wali lain disebut dengan al-Ghauts, yaitu seorang tokoh agung dan
tuan mulia, di mana seluruh ummat manusia sangat membutuhkan
pertolongannya, terutama untuk menjelaskan rahasia hakikat-hakikat
Ilahiyah. Mereka juga memohon doa kepada al-Ghauts, sebab al-Ghauts
sangat diijabahi doanya. Jika ia bersumpah langsung terjadi sumpahnya,
seperti Uwais al-Qarni di zaman Rasul SAW. Dan seorang Qutub tidak bisa
disebut Quthub manakala tidak memiliki sifat dan predikat integral dari
para Wali.
Al-Umana’, juga ragam Wali adalah kalangan Malamatiyah, yaitu mereka
yang menyembunyikan dunia batinnya, dan tidak tampak sama sekali di
dunia lahiriyahnya. Biasanya kaum Umana’ memiliki pengikut Ahlul
Futuwwah, yaitu mereka yang sangat peduli pada kemanusiaan.Al-Afraad,
yaitu Wali yang sangat spesial, di luar pandangan dunia Quthub.
Para Quthub senantiasa bicara dengan Akal Akbar, dengan Ruh
Cahaya-cahaya (Ruhul Anwar), dengan Pena yang luhur (Al-Qalamul A’la),
dengan Kesucian yang sangat indah (Al-Qudsul Al-Abha), dengan Asma yang
Agung (Ismul A’dzam), dengan Kibritul Ahmar (ibarat Berlian Merah),
dengan Yaqut yang mememancarkan cahaya ruhani, dengan Asma’-asma,
huruf-huruf dan lingkaran-lingkaran Asma huruf. Dia bicara dengan cahaya
matahati di atas rahasia terdalam di lubuk rahasianya. Ia seorang yang
alim dengan pengetahuan lahiriah dan batiniyah dengan kedalaman makna
yang dahsyat, baik dalam tafsir, hadits, fiqih, ushul, bahasa, hikmah
dan etika. Sebuah ilustrasi yang digambarkan pada Sulthanul Aulioya
Syeikhul Quthub Abul Hasan Asy-Syadzily – semoga Allah senantiasa
meridhoi.
sumber: sarkub.com