1. Masjid Saka Tunggal (1288)
Masjid Saka tunggal terletak di Desa Cikakak Kecamatan
Wangon dibangun pada tahun 1288 sebagaimana terukir di Guru Saka (Pilar Utama)
masjid. Proses pembangunan masjid kuno ini ditulis dalam buku karangan Kyai
Mustolih, pendiri masjid.
Masjid ini terletak sekitar 30 km dari kota
Purwokerto. Disebut Saka Tunggal karena di masjid ini di tengahnya ada satu
tiang (saka tunggal) sebagai maksud gambaran bahwa Allah itu satu.
2. Masjid Wapauwe (1414)
Masjid ini dibangun tahun 1414 masehi di Maluku
sebagai pusat penyebaran Islam. Mulanya masjid ini bernama Masjid Wawane karena
dibangun di lereng Gunung Wawane oleh Pernada Jamilu, keturunan Kesultanan
Islam Jailolo dari Moloku Kie Raha (Maluku Utara).
Kedatangan perdana Jamilu ke tanah Hitu sekitar tahun
1400 M, yakni untuk mengembangkan ajaran Islam pada lima negeri di sekitar
pegunungan Wawane yakni Assen, Wawane, Atetu, Tehala dan Nukuhaly, yang
sebelumnya sudah dibawa oleh mubaligh dari negeri Arab.
Tipologi bangunannya berbentuk empat bujur sangkar.
Bangunan asli pada saat pendiriannya tidak mempunyai serambi. Konstruksi
bangunan induk dirancang tanpa memakai paku atau pasak kayu pada setiap
sambungan kayu.
3. Masjid Ampel (1421)
Masjid Ampel adalah sebuah masjid kuno yang berada di
bagian utara Kota Surabaya, Jawa Timur. Masjid ini didirikan oleh Sunan Ampel,
dan didekatnya terdapat kompleks makam Sunan Ampel.
Saat ini Masjid Ampel merupakan salah satu daerah
tujuan wisata religi di Surabaya. banyak dari peziarah dari berbagai daerah datang ke tempat ini. mulai dri jawa sampai daerah luar jawa. bahkan ada yang dari luar negeri
4. Masjid Agung Demak (1474)
Masjid Agung Demak terletak di desa Kauman, Demak,
Jawa tengah. Masjid ini dipercayai pernah merupakan tempat berkumpulnya para
Wali Songo untuk penyebaran agama Islam.
Masjid ini didirikan oleh Raden Patah rada pertama
dari Kesultanan Demak Bintoro.Bangunan induk memiliki empat tiang utama yang
disebut Saka Guru. Tiang ini konon berasal dari serpihan-serpihan kayu,
sehingga dinamai Saka Tatal bangunan serambi merupakan bangunan terbuka.
Atapnya berbentuk limas yang ditopang delapan tiang yang disebut saka
Majapahit.
Konon ketika Sunan Kalijaga kesulitan memperoleh kayu
jati, akhirnya mengumpulkan tatal-tatal dan diikat menjadi sebuah tiang yang
hingga kini masih dilestarikan. Di dalam lokasi kompleks Masjid Agung Demak,
terdapat beberapa makam raja-raja Kesultanan Demak dan para abdinya. Di sana
juga terdapat sebuah museum, yang berisi berbagai hal mengenai riwayat
berdirinya Masjid Agung Demak.
5. Masjid Sultan Suriansyah (1526)
Masjid Sultan Suriansyah dibangun tahun 1526 oleh Raja
Banjar pertama di Kalimantan Selatan. Masjid ini terletak di utara Kecamatan
Kesehatan, Banjarmasin Utara, Banjarmasin, daerah yang dikenal sebagai Banjar
Lama merupakan ibukota Kesultanan Banjar untuk pertama kalinya.
Arsitektur tahap konstruksi dan atap tumpang tindih,
merupakan masjid bergaya tradisional Banjar. Mihrabnya memiliki atap sendiri
terpisah dengan bangunan utama.
6. Masjid Menara Kudus (1549)
Masjid Menara Kudus dibangun oleh Sunan Kudus
(termasuk Wali Songo) tahun 1549 masehi atau 956 hijriah di Desa Kauman,
Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Masjid ini, konon dibangun
menggunakan batu dari Baitul Maqdis dari Palestina untuk peletakan batu
pertamanya.
Sebagaimana sering terlihat di kalender, Masjid ini
berbentuk unik dengan menara seperti candi dan sebagai perpaduan budaya Islam
dengan Hindu. Hingga kini masjid ini berdiri megah dan ramai pengunjung.
7. Masjid Agung Banten (1552)
Masjid Agung Banten terletak di kompleks
bangunan masjid di Desa Banten Lama, sekitar 10 km sebelah utara Kota Serang.
Masjid ini dibangun pertama kali oleh Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570),
Sultan pertama Kasultanan Demak. Ia adalah putra pertama Sunan Gunung Jati.
Salah satu kekhasan yang tampak dari masjid ini adalah
atap bangunan utama yang bertumpuk lima, mirip pagoda China. Ini adalah karya
arsitektur China yang bernama Tjek Nan Tjut. Dua buah serambi yang dibangun
kemudian menjadi pelengkap di sisi utara dan selatan bangunan utama.
Di masjid ini juga terdapat komplek makam
sultan-sultan Banten serta keluarganya. Yaitu makam Sultan Maulana Hasanuddin
dan istrinya, Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan Abu Nasir Abdul Qohhar.
Sementara di sisi utara serambi selatan terdapat makam Sultan Maulana Muhammad
dan Sultan Zainul Abidin, dan lainnya.
Menara yang menjadi ciri khas sebuah masjid juga
dimiliki Masjid Agung Banten. Terletak di sebelah timur masjid, menara ini
terbuat dari batu bata dengan ketinggian kurang lebih 24 meter, diameter bagian
bawahnya kurang lebih 10 meter.
8. Masjid Mantingan (1559)
Masjid Mantingan adalah masjid kuno di Desa Mantingan,
Kecamatan Tahunan, Jepara, Jawa Tengah. Masjid ini didirikan oleh Kesultanan
Demak pada tahun 1559.
Model bangunan masjidi Mantingan masih kental dengan
arsitektur China, seperti ubin lantai tinggi dan kereta api-undakannya dengan
mendatangkan bahan dari Makao.
Dinding luar dan dalam dihiasi dengan piring tembikar
bergambar biru, sedang dinding sebelah tempat imam dihiasi dengan relief
persegi bergambar margasatwa, dan penari penari diukir di batu kuning tua.
Pengawasan pekerjaan konstruksi masjid ini tak lain
adalah Babah Liem Mo Han. Di dalam kompleks masjid terdapat makam Sultan
Hadlirin, suami dari Kanjeng Ratu Kalinyamat dan adik ipar Sultan Trenggono,
penguasa terakhir Demak. Selain itu ada juga makam Waliullah Mbah Abdul Jalil,
yang disebut sebagai nama lain Syekh Siti Jenar.
9. Masjid Al-Hilal Katanga (1603)
Masjid ini dibangun pada tahun 1603 masehi pada masa
pemerintahan Taja Gowa-24, Aku Manga'ragi Daeng-Manrabbiakaraeng Lakiung,
Sultan Alauddin. Kemudian pada tahun 1605 m, masjid ini benar-benar dirubah
untuk diberi nama Masjid Katangka di Gowa.
Masjid berukuran 14,1 x struktur 14,4 meter dan sebuah
bangunan tambahan 4,1 x 14,4 meter. Tinggi bangunan 11,9 meter dan 90 meter
dinding tebel, bahan baku dari batu bata dengan atap ubin dan lantai porselen.
Lokasi di Katangka, Gowa.
10. Masjid Tua Palopo (1604)
Madjid Tua Palopo, didirikan oleh Raja Luwu bernama
Sultan Abdullah Matinroe pada tahun 1604 m. Masjid ini memiliki luas 15 meter
persegi diberi nama Orang Tua, karena usia yang sudah tua.
Sedangkan nama Palopo diambil dari kata dalam bahasa
Bugis dan Luwu memiliki dua arti, penganan yang terbuat dari campuran beras
ketan dan air gula. Atau memasukkan pasak dalam lubang tiang bangunan. Kedua
makna memiliki hubungan dengan proses pembangunan Masjid tua Palopo ini
ref: